Komentar Dari Guru Balaghoh

Nama : Sena Zaeni Aqwam
Ttl : Bandung, 20 September 1992
Alamat : Kp. Langonsari Rt 03 Rw 03 Ds. Langonsari Kec. Pameungpeuk
Riwayat Pendidikan :

- SD Sukasari 2 (1998-2004)
- Madrasah Diniyyah Persis 3 Pameungpeuk (1999-2004)
- MTs persis 3 Pameungpeuk (2004-2007)
- Muallimin persis 3 Pameungpeuk (2007-2010)

Riwayat Organisasi : Pemuda Persis
Motto : Apa susahnya membaca?

Pendapat Tentang MISHBI :

Buletin Muallimin Persis 3 Pameungpeuk dari zaman saya sekolah dulu sampai sekarang tentu terdapat beberapa perbedaan. Dulu sih dari sisi desainnya belum secanggih dan semenarik sekarang. Salah satunya disebabkan kemajuan teknologi. Dulu, untuk menekan biaya produksi, kebanyakan warna hitam-putih. Kalau lihat buletin sekarang warnanya lebih cerah tidak monoton hitam-putih. Dari segi konten juga ada kemajuan. Sakapeung, saya suka heran sendiri ketika baca konten MISHBI yang merespon isu kekinian. Suka bertanya-tanya sendiri .”Ini yang nulis beneran santri Muallimin?”
Tapi perjuangan jangan sampai berhenti karena pujian. Niat Lillah harus terus dilestarikan.

Kayaknya, akan lebih seru kedepannya jika MISHBI sebagai media islam menyediakan juga konten berbahasa ibu (basa Sunda), disamping karena hampir musnah media Islam Basa Sunda, juga bisa menjangkau mad’u masyarakat pameungpeuk yang lebih umum.

Pendapat Tentang Hari Kemerdekaan :

Kalau ditanya soal Hari Kemerdekaan, saya pribadi langsung teringat panjat pinang, tarik tambang, marathon, konser musik pop, dan rock, bahkan underground, juga acara hura-hura lainnya. Bukan sebagai pelaku, hanya sebagai penonton saja, karena saya pikir ikutan hal-hal seperti itu menambah lelah saja, juga pastinya bakal banyak pasang mata yang memperhatikan. Tak lupa juga, lagu Indonesia raya yang tiba-tiba sering menghiasi layar kaca. Kata panitia Agustusannya sih perlombaan-perlombaan seperti tadi bertujuan untuk menumbuhkan semangat patriotisme generasi muda.

Saya juga jadi ingat penggalan “....Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur....” Pembukaan UUD 1945 yang setiap hari senin dibacakan oleh petugas upacara, pada waktu saya masih menimba ilmu di SD. Baru sekarang terpikir, ada yang janggal dengan penggalan tadi, bukan soal siapa yang membaca pembukaan UUD 1945, mau dia pintar atau enggak, mau dia keren atau tidak, bukan itu persoalannya. Dari mulai saya diajarkan tentang sejarah Kemerdekaan Indonesia ada faktor lain yang seolah dipisahkan agama dan kemerdekaan indonesia seolah dua hal yang berbeda, tapi dipenggalan tadi kok bawa-bawa ‘Atas berkat rahmat Allah’? Apakah Islam tak memberi kontribusi pada kemerdekaan Indonesia? Ataukah justru kontribusinya terlalu banyak?

Setahu saya, kontribusi Islam pada Kemerdekaan Indonesia banyak sekali. Tercacat beberapa pejuang muslim Indonesia waktu itu yang dengan sungguh-sungguh menentang penjahahan di tanah air tercinta. Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Sultan Babullah, Teungku Tjik, H. Mansyur, H. Amrullah dan masih banyak lagi nama-nama pejuang muslim indonesia. ‘Kemerdekaan Indonesia diperoleh dengan semanagat nasionalisme’ bantah para nasionalis. Memang benar, tak dapat dipungkiri. Tapi bukan jadi alasan buat menegaskan perjuangan muslim Indonesia juga. Islam dan nasionalisme sangat identik. Melawan penjajah dari kezaliman adalah hal yang diperintahkan oleh Nabi Saw. Bahkan cikal bakal nasionalisme berasal dari pejuang muslim. Pangeran Diponegoro dilukiskan oleh Justus M. Van Kroef sebagai The Pregenitor Of Indonesian Nationalism (cikal bakal nasionalisme Indonesia). Hal tersebut menjadi bukti cikal bakal perjuangan Kemerdekaan Indonesia yang diprakarsai oleh umat Islam.

Menurut Sejarawan Deliar Noer, dimasa penjajahan Islam merupakan identitas penduduk yang tersebar rata baik di daerah yang berbahasa melayu ataupun yang berbahasa jawa. Maka ketika ada bangsa asing masuk dengan maksud yang tidak baik, semisal Spanyol dan Portugis yang memang salah satu misinya adalah menghapuskan Islam. Islam menjadi perekat dan pemersatu pejuangan mereka. Ketika itu identitas agama dan bangsa sangat sulit dipisahkan.

Perjuangan umat islam indonesia dari awal penjajahan sampai terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia, saya rasa benar-benar tidak dapat dipisahkan dari Kemerdekaan Indonesia. Bukankah penggagas utama NKRI adalah M.Natsir? Kiranya, umat Islam lah yang lebih berhak merayakan Kemerdekaan Indonesia.

Allah SWT berfirman : (QS An-Nashr: 1-3)

 “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat orang-orang masuk agama Allah secara berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan beristighfarlah sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.”
Setelah turunnya surat ini, Rasulullah saw menangis dan berkata pada Aisyah r.a, “Aku tidak melihatnya melainkan sebagai tanda bahwa ajalku sudah dekat.”

Pertolongan Allah dan kemenangan yang disebutkan tadi terjadi pada tahun ke 8 H, dimana umat Islam pada waktu itu berhasil menaklukan Mekkah (Fath Makkah). Semenjak itu orang-orang berbondong-bondong masuk Islam. Ibnu Katsir menuliskna dalam tafsirnya bahwa memang orang-orang Arab beliau bisa menaklukan bangsanya sendiri sebagai bukti kenabian Nabi Muhammad saw.

Dalam riwayat muslim disebutkan bahwa ketika surat ini turun. Rasulullah Saw. memperbanyak ucapan
Subhanalalah wa bihamdihi, astagfirullah wa atuubu ilaihi.”
Ketika ditanya oleh Aisyah perihal tersebut, beliau menjawab:”Tuhanku telah mengabariku bahwa aku akan melihat satu tanda pada umatku dan dimana aku melihatnya aku akan memperbanyak ucapan tersebut”.

Semua itu tercapai karena pertolongan Allah. Termasuk kemerdekaan Indonesia pun tercapai berkat petolongan Allah, sebagimana tertera dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945 di atas “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa” Maka kita sebagai umat Islam, seyogyanya , menyambut kemerdekaan dengan bertasybih, bertahmid, istighfar sebagaimana yang Rasulullah lakukan dulu. Juga dengan cara mengambil pelajaran dari para pejuang zaman dulu, bukan menyambutnya dengan acara-acara hura-hura yang justru malah menhilangkan nilai patriotismenya.

Lagi pula, proklamasin kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 yang dibacakan Presiden Soekarno hanyalah menandakan Kemerdekaan kita dari bangsa penjajah, Menurut Johan Wolfgang Von Goethe, sejarawan Jerman terkemuka, Kemerdekaan hakiki adalah pengabdian diri pada Ilahi. Dan untuk meraih Kemerdekaan itu, kita harus berjuang setiap hari demi mendekatkan diri pada-Nya. Tak terlalu terkukung oleh hasrat duniawi. Salah satu caranya adalah melaksanakan sholat 5 waktu.

    Mudah-mudahan dengan kita melaksanakan shalat 5 waktu kita benar-benar mendapatkan Kemerdekaan hakiki.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Komentar Dari Guru Balaghoh"

Posting Komentar